Konteks

Way Kambas itu, kan, taman nasional. Selain orang tidak boleh sembarangan memasukinya, ada unit pengelolanya yang termasuk mengelola dan menjaga kawasan. Lalu, apa urgensi restorasi di dalam Taman Nasional Way Kambas?

Iya, semestinya bila dibiarkan saja dan bila tidak ada pengganggu regenerasi tetumbuhan, niscaya hutan tersebut akan pulih alami. Namun, hal itu terbukti tidak terjadi di Way Kambas. Buktinya, ilalang (Imperata cylindrica) yang kadung tumbuh pasca kebakaran 1997/1998 tetap merajalela di sana. Digitasi Auriga Nusantara, saat itu bernama Yayasan Silvagama, pada tahun 2013 menghitung adanya hamparan 40.780 hektare yang didominasi ilalang di Way Kambas.

Musababnya adalah kebakaran yang kerap terjadi di padang ini. Setiap tahun ada saja kebakaran. Tak sekali dua, bahkan puluhan kebakaran per tahun. Dan, lokasinya kerap berulang. Akibatnya, vegetasi berkayu tidak bisa survive menjadi pohon.

Karena itu, program-program restorasi yang memastikan vegetasi berkayu bisa tumbuh membentuk hutan sangat diperlukan di Way Kambas. Kembalinya hutan di area ini sungguh diperlukan karena satwa-satwa kunci, seperti gajah, harimau, badak, membutuhkannya sebagai bagian dari habitat, termasuk sebagai sumber pakan. Dengan demikian, program restorasi tersebut akan menjadi program perluasan habitat satwa Way Kambas.

Apa tujuan dilakukan kegiatan restorasi ini?

Seluruh hamparan ilalang di Way Kambas sekarang ini dahulunya adalah hutan belantara. Kerusakannya dimulai ketika diterbitkan izin HPH di area tersebut sehingga pohon-pohon dewasa ditebang secara masif untuk tujuan komersil. Kemudian, terjadi kebakaran hebat pada 1997/1998 yang menghabiskan semua vegetasi berkayu yang lantas ditumbuhi ilalang. Karena itu, dan sesuai namanya, restorasi ini tentulah diarahkan untuk mengembalikan area tersebut menjadi tutupan hutan. Secara teknis, ya mengganti hamparan ilalang dengan tutupan hutan sebagaimana sedia kala.

Namun begitu, hutan yang akan dibentuk harus pula diarahkan menjadi habitat yang aman dan nyaman bagi spesies satwa di sana, seperti gajah, badak, harimau, tapir, dan sebagainya. Karena itu, restorasi ini juga diarahkan untuk menjadi habitat satwa-satwa tersebut. Kami pun menyebutnya sebagai perluasan habitat satwa kunci Way Kambas. Oleh karena itu, pemilihan tanaman pun disesuaikan kepada kebutuhan spesies-spesies tersebut, terutama sebagai penyedia pakan alaminya.

Apa dasar penentuan lokasi restorasi Rawa Kadut?

Pada awalnya, banyak pihak yang mempertanyakan kenapa Auriga memilih Rawa Kadut sebagai area restorasi. Dalam pemikiran mereka, pertama, Rawa Kadut sangat jauh dari batas luar kawasan. Kedua, aktivitas-aktivitas restorasi di Way Kambas selama ini, baik oleh Balai Taman Nasional Way Kambas maupun mitra-mitranya, cenderung di batas luar kawasan dengan pertimbangan lebih gampang dijangkau.

Namun, tujuan restorasi ini tidak semata keberhasilan di lokasi restorasi tersebut. Melainkan harus juga diarahkan ke perluasannya ke depan sehingga seluruh ilalang berganti dan kembali menjadi hutan sebagaimana puluhan tahun lalu ketika area itu berupa rimba raya. Karena itu, Auriga Nusantara secara sengaja mencari area di tengah hamparan ilalang. Maka, dicarilah spot yang relatif lebih mudah dikelola, terutama dari api. Lokasi ini, misalnya, harus memiliki cadangan air yang memadai. Juga memiliki “tembok” alami yang tidak gampang ditembus api. Pun, di lokasi tersebut dimungkinkan membangun sekat bakar yang efektif.

Dan, Rawa Kadut memenuhi semua kriteria itu. Di sini terdapat sungai kecil yang dialiri air sepanjang tahun, kecuali pada kemarau panjang yang sesekali mengering. Terdapat juga satu barusan pepohonan besar sehingga menjadi tembok alami menahan pergerakan api (dari luar). Alur rawa dan sungai kecil juga nyaris melingkari Rawa Kadut, tepatnya berbentuk huruf U sehingga dengan membangun sekat bakar yang menghubungkan masing-masing kepala rawa seluruh area restorasi telah memiliki "tembok penahan api". Akan halnya Rawa Kadut yang jauh dari pemukiman, diatasi dengan memastikan kehadiran tim kerja setiap saat di lokasi. Seluruh area ini berluas 102 hektare. Setelah mengalami perluasan, kami menamai seluruh area restorasi dengan Restorasi Kadut yang luas seluruhnya 1.297 hektare, sementara lokasi awal tersebut kami jadikan sebagai Blok 1.

Bagaimana perkembangan area restorasi saat ini?

Area Restorasi Kadut dibagi 4 blok. Blok 1 merupakan area restorasi yang dibangun sejak 2013, sementara Blok 2-4 merupakan area perluasan melalui perjanjian kerja sama dengan Balai Taman Nasional Way Kambas yang ditandatangani pada tahun 2018.

Blok 1 saat ini telah membentuk hutan sekunder muda. Tinggi pepohonan yang ditanam telah mencapai 10 meter, dan tajuk antar-pohon mulai bersentuhan membentuk kanopi. Sebagai dampaknya, karena tajuk ini menghalangi matahari yang dibutuhkan ilalang, lantai hutan pun mulai beganti: dari dulunya ilalang kini didominasi semak berkayu.

Tanaman yang ditanam di Blok 2 mulai melampaui tinggi ilalang, dengan tinggi mencapai 3 meter. Bila area ini bisa dihindarkan dari kebakaran hingga 5 tahun ke depan, area ini akan bermetaformosa menjadi hutan sekunder muda.

Perjanjian kerja sama Auriga Nusantara – Balai Taman Nasional Way Kambas berakhir pada Agustus 2023, sementara proses perpanjangannya masih dalam pembahasan kedua belah pihak. Situasi ini menimbulkan kegamangan di lapangan sehingga Auriga Nusantara memutuskan mengurangi aktivitas secara signifikan.

Sementara, sejak pertengahan 2023 kebakaran mulai menghampiri Way Kambas. Kebakaran menghebat sejak Juli. Dalam situasi seperti ini, api yang meluas dari berbagai titik di luar Restorasi Kadut akhirnya melalap 400 hektare di Blok 3 dan Blok 4. Kejadian ini menjadi pelajaran yang sangat mahal sehingga Auriga Nusantara memutuskan meningkatkan kembali aktivitas di lapangan, terutama menjaga tanaman dari api dan menyiapkan bibit untuk ditanami di lokasi bekas terbakar.

Ada banyak proyek restorasi lain di Way Kambas. Adakah hal baru yang dilakukan Restorasi Kadut?

Iya, ada banyak kegiatan restorasi di Way Kambas, baik yang dilakukan secara langsung oleh Balai Taman Nasional Way Kambas maupun mitranya. Semua kegiatan ini patut didukung. Tentu setiap restorasi punya keunikan masing-masing.

Keunikan Restorasi Kadut antara lain:

Pertama, kegiatan restorasi yang diarahkan sebagai langkah awal merestorasi seluruh hamparan ilalang kembali ke tutupan hutan, atau sebagai langkah awal grand design penghutanan kembali hamparan ilalang. Hal ini dilakukan melalui pemilihan lokasi yang relatif di tengah hamparan dan terhubung dengan tutupan hutan eksisting di Way Kambas. Lokasi yang membelah ilalang ini juga dimaksudkan untuk secara tidak langsung mempersempit mobilitas pemburu dan pembakar di Way Kambas, karena keberadaan staf setiap saat di lokasi akan berakibat kurang leluasanya mobilitas pemburu dan pembakar di sana.

Kedua, area restorasi yang jauh lebih luas. Bila restorasi lainnya di Way Kambas cenderung lebih kecil (tidak ada yang di atas 200 hektare untuk sebuah lokasi), Restorasi Kadut berada dalam satu hamparan yang jauh lebih luas.

Ketiga, jarak tanam yang jauh lebih renggang. Restorasi Kadut menggunakan jarak tanam 10 m x 10 m, berbeda dengan restorasi lainnya yang cenderung berjarak 3 m x 3 m. Jarak tanam yang renggang ini dipilih dengan meniru jarak antar-pohon di hutan tropis. Karena itu, di Restorasi Kadut setiap bibit yang ditanam diperlakukan sebagai pohon permanen yang harus dipastikan tumbuh menjadi pepohonan pembentuk tutupan hutan Kadut.

Keempat, keberadaan sekat bakar yang jauh lebih lebar. Di Restorasi Kadut lebar sekat bakar 30 meter (sementara di restorasi lainnya sekitar 5 meter). Sekat bakar yang sedemikian lebar demi menghindari lidah api yang sangat tinggi menyentuh area di seberang sekat bakar atau angin yang kencang menerbangkan bara “melompati” sekat bakar.

Kelima, kehadiran tim kerja setiap saat di lokasi. Hal ini dilakukan mengantisipasi kehadiran pembakar atau sebagai respon cepat terhadap setiap ancaman pada area restorasi.

Silvikultur

Adakah rancangan yang disusun sebagai basis dan panduan kegiatan-kegiatan teknis Restorasi Kadut? Kalau ada, apa dasar pertimbangannya dan bagaimana rancangannya?

Ada. Pertimbangan utamanya mencapai tujuan pengelolaan Way Kambas sebagai sebuah taman nasional. Dengan demikian, rencana restorasi selalu dan harus disesuaikan dengan rencana kelola Taman Nasional Way Kambas (TNWK), termasuk zonasinya.

Area Restorasi Kadut berada dalam zona rehabilitasi, zona rimba, dan zona inti TNWK. Pada zona rehabilitasi dimungkinkan penanaman intensif, namun tidak demikian halnya pada zona rimba dan zona inti. Penanaman intensif dilakukan di area Restorasi Kadut yang berada dalam zona rehabilitasi; sementara di area restorasi yang berada dalam zona rimba dilakukan pengayaan (enrichment); sedangkan kegiatan di area restorasi yang berada dalam zona inti lebih sebagai perlindungan terhadap regenerasi alami.

Rancangan restorasi tersebut dituangkan dalam site plan, yang secara ringkas sebagai berikut:

  • Blok 1, luasnya 102 hektare, ditanam sejak 2013,
  • Blok 2, luasnya 434 hektare, ditanami sejak 2020,
  • Blok 3, luasnya 281 hektare, ditanami sejak 2022,
  • Blok 4, luasnya 234 hektare, ditanami sejak 2023.

(terdapat areal di batas luar area restorasi dan batas luar setiap blok yang berupa barisan pepohonan besar, hutan kecil, dan alur sungai kecil/rawa dengan luas seluruhnya 246 hektare, sehingga secara keseluruhan Restorasi Kadut seluas 1.297 hektare).

Berdasarkan tutupan dan area penanaman, area restorasi ini dapat dibagi sebagai berikut:

  • Area permudaan alami: 385 hektare,
  • Area bertutupan hutan: 176 hektare,
  • Area penanaman: 696 hektare,
  • Alur sungai/rawa: 40 hektare.

Seluruhnya tergambar pada site plan berikut:

Vegetasi apa saja yang ditanam di Restorasi Kadut? Apa alasan pemilihan jenis vegetasi tersebut?

Perlu ditegaskan sedari awal bahwa penanaman di Restorasi Kadut lebih sebagai pengayaan terhadap vegetasi berkayu yang telah ada di dalamnya. Vegetasi berkayu ini dapat berupa sejumlah kecil pohon besar yang masih eksis atau anakan yang tumbuh alami ketika kegiatan restorasi ini dimulai. Khusus untuk pohon besar yang ada, pohon-pohon ini sekaligus dijadikan sebagai sumber anakan.

Terdapat setidaknya 20 jenis vegetasi berkayu yang ditanam di Restorasi Kadut sejauh ini, yakni jambon (Eugenia spp.), tiga urat (Cinnamomum sp.), medang (Actinodaphne macropylla), bendo (Arthocarpus integra), merawan (Hovea sp.), puspa (Shima wallichii), ketapang (Terminalia catappa), manggisan (Garcinea sp.), laban (Vitex pusbescens), merbau (Intsia bijuga), sempu (Dillenia sp.), bungur (Lagerstroemia speciosa), sungkai (Peronema canescens), dluwak (Grewia acuminata), berasan (Memecylon edule), gaharu (Aquilaria malaccensis), pulai (Alstonia scholaris), kopen (Plectoria didyma), salam (Syzygium polyanthum) dan tarling.

Tiga pertimbangan utama pemilihan jenis yang ditanam tersebut. Pertama, jenis asli Way Kambas. Hal ini penting, karena selain terlarang memasukkan vegetasi introdusir ke kawasan konservasi, jenis asli ini menjadi alasan valid kelayakan tumbuhnya di area tersebut. Kedua, relatif tahan api. Mengingat rawannya area tersebut terbakar, pertimbangan ini diperlukan untuk meningkatkan potensi keberhasilan penanaman kalaupun kebakaran melanda. Ketiga, merupakan pakan atau diperlukan oleh vegetasi kunci, terutama gajah.

Diperlukan jumlah bibit yang banyak untuk penanaman di Restorasi Kadut. Apa yang dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan bibit tersebut?

Meski yang dilakukan lebih mengedepankan permudaan alami, sehingga hanya daerah yang relatif kosong vegetasi berkayu saja yang ditanami, tapi jumlah bibit yang diperlukan untuk seluruh Restorasi Kadut tetap saja tidak sedikit. Untuk itu, dibangun persemaian untuk memenuhinya.

Bibit-bibit di persemaian dipenuhi dengan berbagai cara: (1) cabutan anakan dari hutan Way Kambas, seperti berasan, jambon, medang, puspa, salam; (2) disemai dengan biji, seperti laban, pulai, merawan, dluwak; (3) stek batang, seperti bungur, sempu, sungkai; (4) cangkok, seperti jambon dan laban.

Khusus untuk pengadaan semai dari biji, tak jarang pohonnya harus dipanjat. Bila pohonnya terlalu besar untuk dipanjat, disiasati dengan melemparkan tali tambang ke ranting yang sedang berbuah lalu ditarik atau disentak sehingga buah-buah yang disasar jatuh ke tanah.

Bagaimana penanaman dilakukan di Restorasi Kadut? Hingga saat ini, berapa jumlah yang telah ditanam di sana? Dan, berapa tingkat hidup peananaman di Restorasi Kadut?

Penanaman tidak dilakukan sepanjang tahun, tapi hanya pada musim hujan yang biasanya pada November hingga Maret. Pada fase awal restorasi, yakni 2013-2016, area di sekitar lubang tanam dibersihkan pada radius 1-2 meter. Namun, area yang bersih ini, dan adanya daun segar tanaman baru, justru “mengundang” rusa untuk memakan daunannya. Akibatnya, tanaman lambat bertumbuh atau mati. Belajar dari kejadian ini, pembersihan area sekitar penanaman ditiadakan.

Dengan area penanaman 696 hektare, Restorasi Kadut telah menanam setidaknya 69.600 bibit. Jumlah tersebut belum termasuk tanaman pengayaan, yakni penanaman kembali di titik-titik yang mengalami kematian dan penanaman sporadis di area regenerasi alami.

Pada tahun-tahun awal restorasi (2013-2016) persen hidup penanaman sebesar 58%. Belajar dari penyebab kematian tanaman di fase, terutama dimakan rusa dan bibit yang terlalu muda, modifikasi pun dilakukan pada tahun-tahun berikutnya. Hasilnya, terjadi peningkatan keberhasilan hidup penanaman secara signifikan: persen hidup penanaman 2020 sebesar 78%; persen hidup penanaman 2021 sebesar 91%, dan persen hidup penanaman 2022 sebesar 87%.

Adakah perlakuan pemeliharaan terhadap tanaman di Restorasi Kadut? Bila ada tanaman yang mati, apakah lokasi tersebut ditanami kembali?

Ya, setiap tanaman dipantau dan dirawat. Perawatan terutama untuk memastikan area sekitar tanaman tidak terlalu bersih agar tidak diganggu atau dimakan rusa. Akan tetapi, ilalang-ilalang mati atau mengering tetap dilakukan agar kalaupun terjadi kebakaran api di area ini tidak terlalu besar atau relatif lebih singkat sehingga tidak mematikan tanaman.

Bila ditemukan adanya tanaman yang mati, segera dilakukan penanaman kembali, atau biasa disebut sebagai pengayaan (enrichment).

Penanggulangan Kebakaran

Kenapa kebakaran ilalang sedemikian kerap di Way Kambas?

Secara geografis, letak Way Kambas sebenarnya sangat memudahkan proteksi sebuah kawasan karena letaknya yang terisolir. Hampir separuh batas luar dikelilingi laut, sementara di batas lainnya tidak ada tumpang-tindih dengan pemukiman. Tidak ada pemukiman (enclave) maupun area pertanian warga di dalam Way Kambas. Tapi, pada kenyataannya area konservasi ini bak open access, termasuk pada hamparan ilalang. Hal ini terlihat dari seringnya temuan perburuan satwa di Way Kambas.

Kebakaran ilalang di Way Kambas hampir bisa dipastikan karena adanya pembakar. Ilalang sedemikian mudah dan cepat beregenerasi. Selang beberapa hari setelah terbakar, ilalang muda akan tumbuh. Ilalang muda ini tentu sangat disukai oleh satwa, terutama rusa. Dan dengan bersihnya lahan pasca terbakar akan memudahkan pemburu. Atau, bila ditunggu lebih lama, rusa ini akan “mengundang” pemangsanya, seperti harimau. Artinya, pemburu bahkan bisa menyasar satwa pemangsa di areal bekas terbakar tersebut. Berbagai sumber informal juga menyebut bahwa adanya kebakaran memudahkan memanen madu hutan.

Dengan situasi demikian, kami melihat bahwa yang terjadi di Way Kambas tidak sekedar kebakaran, tapi cenderung pembakaran.

Kebakaran merupakan tantangan utama restorasi di Way Kambas. Apa yang dilakukan Restorasi Kadut menanggulangi kebakaran tersebut?

Terjadinya kebakaran hutan merupakan kombinasi dari setidaknya tiga hal utama: (1) ketersediaan bahan bakar, (2) iklim yang mendukung, dan (3) keberadaan pembakar. Samudera ilalang, apalagi dengan kepadatan dan kecepatannya beregenerasi, mengakibatkan tersedianya tumpukan bahan bakar di Way Kambas. Kandungan air yang rendah di dalam ilalang menambah tinggi risiko terbakar hamparan ini. Tak perlu heran, pada bulan basah pun ilalang di Way Kambas kerap terbakar.

Curah hujan dan kelembaban udara di Way Kambas relatif rendah sementara suhunya relatif tinggi. Di hamparan ilalang ini kecepatan angin berpotensi kencang, sementara keberadaannya di dataran yang luas mengakibatkan arah angin kerap tak terduga. Unsur-unsur iklim yang demikian ini mengindikasikan kondusifnya terhadap kebakaran. Sementara, hampir semua titik di batas luar dapat menjadi pintu masuk, sehingga area ini bak open access, mengakibatkan tingginya kehadiran pembakar di Way Kambas. 

Faktor iklim merupakan hal yang di luar kendali Restorasi Kadut, namun tidak demikian halnya dengan keberadaan pembakar dan ketersediaan bahan bakar. Keberadaan pembakar disiasati dengan kehadiran tim kerja setiap saat di lokasi sehingga para pembakar tidak leluasa beraktivitas di area restorasi. Tumpukan bahan bakar disiasati dengan membangun banyak sekat bakar, baik di batas luar area restorasi, di batas luar blok, maupun di dalam blok. Sekat bakar di dalam area restorasi, termasuk di dalam blok, berperan mengurangi luas kompartemen api sehingga kalaupun api kadung masuk akan terlokasir di kompartemen tersebut. Tak hanya itu, sekat bakar ini sekaligus juga berfungsi sebagai akses pengelolaan, termasuk mobilitas tim saat pemadaman.

Apa dasar penentuan lebar sekat bakar?

Lebar sekat bakar di Restorasi Kadut tidak hadir begitu saja, tapi setelah mempelajari sekat-sekat bakar yang ada di restorasi lainnya di dalam Way Kambas, terutama perihal bagaimana api masih bisa menembus sekat bakar tersebut. Kemudian, mempertimbangkan bahan bakar yang eksis. Ilalang yang tingginya kadang lebih tinggi dari orang dewasa tersebut tentu saat terbakar menghadirkan api yang lebih tinggi. Ditambah dengan padatnya ilalang mati di lantai “hutan” diperhitungkan menambah lama suhu panas saat terjadi kebakaran sehingga akan mempertinggi potensi mengeringnya semua bahan bakar yang ada (sehingga api akan lebih mudah menjalar).

Way Kambas adalah wilayah yang kaya dengan keragaman hayati, termasuk burung. Pertimbangan pun memasukkan banyaknya sarang burung di area ilalang. Tak jarang sarang burung memiliki unsur kayu, sehingga bila terbakar akan menjadi bara (berbeda dengan ilalang yang akan padam sedemikian cepat setelah material padatnya habis terbakar). Area yang datar dan relatif tanpa pepohonan dipertimbangkan mengakibatkan tiupan angin yang kencang saat kebakaran terjadi sehingga lontaran atau lompatan api relatif jauh. 

Dasar perhitungan sekat bakar selebar 30 meter adalah sebagai berikut:

  • Anggaplah tinggi api mencapai 5 meter (dua kali dari tinggi ilalang), maka lidah api masih mungkin menjangkau 5 meter,
  • Bila ada bara atau kekayuan terbakar, pada situasi api “normal” dipertimbangkan bisa “terbang” sejauh 2 kali jilatan api, atau 10 meter,
  • Dengan tiupan angin kencang, dipertimbangkan bara “terbang” hingga 20 meter.

Bila bara api “melompat” 20 meter masih diperlukan ruang bagi tim pemadam untuk leluasa memadamkankannya, maka sekat bakar selebar 30 meter diasumsikan sebagai jarak aman menahan perluasan api/kebakaran.

Pelibatan Masyarakat

Memulihkan ekosistem Way Kambas sehingga menjadi habitat yang aman dan nyaman bagi satwa setempat, seperti gajah, harimau, badak.