Pulau Sumatera secara biodiversitas dikenal sebagai pulau pemilik flagship spesies berukuran relatif besar, seperti gajah, badak, harimau, di Indonesia. Salah satu pembeda keragaman hayati pulau ini adalah keberadaan orangutan hanya di bagian utara, dan tapir hanya di bagian selatan. Taman Nasional Way Kambas yang berada di Provinsi Lampung merupakan salah satu ekosistem di mana seluruh flaghsip Sumatera Bagian Selatan eksis. Badak, gajah, harimau, tapir, beruang madu eksis di taman nasional ini. Bahkan spesies burung air paling langka, yaitu mentok rimba (Asacornis sculata), eksis juga di Way Kambas.
Taman nasional yang membentang di Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Tengah ini berada di dataran rendah, dengan ketinggian 0 - 60 mdpl. Topografinya relatif datar. Terdapat 4 ekosistem utamanya: hutan hujan dataran rendah, hutan rawa, mangrove, dan hutan pantai. Tak heran, Way Kambas dihuni keragaman hayati yang sedemikian kaya. Sedikitnya 17 spesies amfibi, 13 spesies reptil, 48 spesies ikan air tawar, 77 spesies kupu-kupu, 50 spesies mamalia, dan 302 spesies burung menghuni Way Kambas. Beberapa di antaranya layak menjadi spesies kunci (flagship species), seperti badak sumatera (Dicerorhinus sumatransis), gajah sumatera (Elephas maximus), harimau sumatera (Panthera tigris), tapir (Tapirus indicus), beruang madu (Helarctos malayanus), siamang (Hylobates syndactylus).
Berbagai satwa yang terekam oleh kamera jebak (camera trap) di Way Kambas pada tahun 2012. Auriga Nusantara, saat itu bernama Yayasan Silvagama, turut pada pemantauan satwa dengan kamera jebak ini sejak perancangan, pendanaan kegiatan, hingga menyumbang beberapa kamera jebak yang dipakai pada pemantauan tersebut. Kegiatan ini sendiri dipimpin oleh alm. Marcellus Adi CTR (Aliansi Lestari Rimba Terpadu - ALeRT).
Kawasan yang sekarang ini menjadi Taman Nasional Way Kambas mengalami dinamika, baik secara status, luas, maupun pengelolaan. Pemerintah Hindia Belanda telah menjadikannya sebagai kawasan yang dilindung sejak tahun 1924. Namun, Pemerintahan Indonesia menjadikan kawasan ini menjadi area yang boleh dipanen kayunya oleh Hak Pengusahaan Hutan pada akhir dekade 1960-an. Pada tahun 1978 area ini ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam, yang kemudian bermetamorfosa menjadi taman nasional.
Ketika kebakaran hebat, dipicu salah satunya oleh El Nino, melanda Indonesia pada dekade 1990-an, Way Kambas turut terbakar, terutama di area bekas tebangan (logged-over area) HPH. Area bekas kebakaran ini kemudian diisi oleh padang ilalang, yang kemudian kerap mengalami kebakaran atau pembakaran. Terdapat padang ilalang seluas 40.780 hektare, atau hampir separuh luas kawasan, di Way Kambas. Di tengah padang ilalang inilah Auriga Nusantara bekerja sama dengan Balai Taman Nasional Way Kambas melakukan restorasi ekosistem.
1924 -- Kawasan hutan Way Kambas dan Cabang ditetapkan sebagai hutan lindung.
1937 -- Kawasan seluas 130.000 hektare ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa Way Kambas melalui SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tanggal 26 Januari 1937 No. 26, Lembaran Negara 1937 No. 38.
1968 s.d 1974 -- Setelah beberapa dekade menjadi suaka margasatwa, di kawasan ini diterbitkan izin penebagan kayu Hak Pengusahaan Hutan PT Andatu. Tutupan hutan pun mengalami perubahan, dari hutan alam primer menjadi hutan alam sekunder.
1978 -- Menteri Pertanian mengubah Suaka Margasatwa Way Kambas menjadi Kawasan Pelestarian Alam (KPA) melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 429/Kpts-7/1978 tanggal 10 Juli 1978, dengan pengelolaan diserahkan kepada Sub Balai Kawasan Pelestarian Alam (SBKPA).
1982 -- Menteri Pertanian RI mengubah Kawasan Pelestarian Alam menjadi Taman Nasional Way Kambas.
1985 -- Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 177/Kpts-II/1985 tanggal 12 Oktober 1985, Menteri Kehutanan menetapkan kawasan ini menjadi Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam dengan pengelolaannya diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Luas kawasan ditetapkan 130.000 hektare.
1989 -- Dengan luas kawasan yang tidak berubah, pada acara Pekan Konservasi Nasional di Kaliurang, Yogyakarta, Menteri Kehutanan menetapkan Taman Nasional Way Kambas melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 444/Menhut-II/1989 tanggal 1 April 1989.
1991 -- Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor 144/Kpts/II/1991 tanggal 13 Maret 1991 pengelolaan Taman Nasional Way Kambas diserahkan kepada Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Way Kambas. Unit ini bertanggung jawab kepada Balai Konsevasi Sumber Daya Alam II Tanjung Karang.
1997 -- Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 13 maret 1997 pengelolaan kawasan ini diserahkan kepada Balai Taman Nasional Way Kambas.
1999 -- Melalui SK Menhutbun No. 670/Kpts-II/1999 tanggal 26 Agustus 1999 Taman Nasional Way Kambas ditetapkan seluas 125.621 hektare.
Memulihkan ekosistem Way Kambas sehingga menjadi habitat yang aman dan nyaman bagi satwa setempat, seperti gajah, harimau, badak.