Way Kambas, Tenggelam Dalam Balutan Ilalang
November 2013
Motor yang aku tumpangi melaju kencang meninggalkan
Camp ALeRT di Bungur, kawasan hutan open = 0, 10000)" >1 Taman Nasional open = 0, 10000)">2
Way Kambas open = 0, 10000)">3 , Propinsi Lampung. Segera ilalang
mengepungku. Semak perdu menyeruak dan tunggak-tunggak
telanjang pun teracung ke langit.
Namun, Suprapto, polisi hutan yang memboncengku lincah
memacu motor. Seolah tak terganggu, lelaki asal Cilacap yang telah
dua dekade bekerja di Way Kambas ini tetap piawai menerobos
ilalang.
Tenggelam dibalut ilalang
Inilah wajah lain Taman Nasional Way Kambas. Wajah yang takkan
pernah nongol di brosur wisata mana pun. Way Kambas memang
lebih kondang dengan gajahnya. Di sini, binatang darat terbesar di
dunia ini menjadi ikon.
Tetapi, gajah jualah sumber konflik berkepanjangan di Way
Kambas. Ironis memang. Di satu sisi, dia atraksi nomor satu, bahkan
merepresentasikan Propinsi Lampung open = 0, 10000)">4. Di sisi lain, dia membawa
masalah pelik karena kerap menyerang lahan produksi masyarakat.
Sungguh, perebutan ruang hidup satwa dengan manusia terpampang
telanjang di tempat ini open = 0, 10000)">5.
Konflik penduduk dengan gajah ini tak lepas dari nyaris absennya
kawasan penyangga (buffer zone) di Way Kambas. Sebagian besar
1 Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap. Dengan defenisi
yang demikian, kawasan hutan tidak
selalu bertutupan hutan. Dan itu tak
jarang terjadi. Luas kawasan hutan
Indonesia adalah 129.023.378,15
hektar. Dari keseluruhan kawasan
tersebut, baru 21.448.000 hektar
(setara dengan 16,62% dari total
kawasan hutan) yang sudah tuntas
dikukuhkan atau ditetapkan.
2 Taman nasional adalah kawasan
pelesatarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi.
3 Taman Nasional Way Kambas
(TNWK) merupakan kawasan hutan
konservasi yang ditunjuk melalui Surat
Menteri Kehutanan No. 670/Kpts-
II/1999 tanggal 26 Agustus 1999
dengan luasan mencapai 125.631.31
hektar. Secara administratif, TNWK
berlokasi di Kabupaten Lampung
Timur dengan koordinat geografis
antara 40037' – 50016' Lintang
Selatan dan antara 105033' –
105054' Bujur Timur.
Gambar 2. Gajah-gajah di Pusat Latihan Gajah
(PLG) di TN Way Kambas. Awalnya didirikan
sebagai salah satu solusi mengatasi konflik
gajah dan manusia tetapi kemudian berkembang
sebagai atraksi wisata. Tapi konfliknya sendiri
tak kunjung reda. @ Timer Manurung / SILVAGAMA
tepi taman nasional berbatas langsung dengan pemukiman
penduduk open = 0, 10000)">6 sehingga begitu gajah keluar taman nasional, ia langsung
memasuki kawasan budidaya masyarakat.
Keterbatasan jumlah dan frekuensi patroli polhut open = 0, 10000)">7 mengakibatkan
relatif leluasanya manusia memasuki Way Kambas. Mereka
mencari kayu, menangkap ikan, berburu, menggembala ternak,
bahkan bertani. Hal ini tak lepas dari memori masyarakat yang
masih lekat dengan bebasnya melenggang ke kawasan ini ketika
dijadikan HPH open = 0, 10000)">8.
KEBAKARAN (ATAU PEMBAKARAN?) HUTAN
Tiadanya tunggak-tunggak besar seolah bertutur bahwa pepohonan
telah dimusnahkan. Mungkin itulah dulu yang dipraktekkan oleh
HPH. Pemusnahan pepohonan mengakibatkan kawasan menjadi
terbuka sehingga mudah ditumbuhi ilalang. Sudah begitu, dampak
El Nino yang dilanjutkan dengan La Nina turut menghadirkan
kebakaran hebat pada tahun 1997/1998 yang meluluhlantakkan
vegetasi hutan. Ilalang pun mengambil alih open = 0, 10000)">9.
Sial, ilalang gampang terbakar. Dia bahan bakar yang gampang
disulut. Celakanya, iklim kemarau Way Kambas sungguh kering
sehingga percik api dari puntung rokok sekali pun mudah memicu
kebakaran hebat. Tiadanya pepohonan serta luasnya areal terbuka
mengakibatkan api kebakaran kerap sulit dikendalikan karena angin
menjadi kencang dan tak terduga arah bertiupnya.
Sejatinya, kebakaran memicu tumbuhnya rerumputan baru yang
disukai satwa. Tak lama setelah terbakar, satwa akan berdatangan
memangsa pucuk-pucuk baru rerumputan. Sial, justru itulah yang
diinginkan pemburu. Tarikan jemari mereka ke pelatuk senjata
hampir selalu sama dengan tewasnya sang satwa. Maka, mungkin bukan kebakaran, tapi pembakaranlah yang kerap terjadi di Way
Kambas open = 0, 10000)">10. Dan, praktek ini sudah berlangsung lama. “pemburu terbiasa menjebak satwa dengan membakar hutan.
Setelah kebakaran biasanya aktivitas perburuan meningkat,”
ungkap Suprapto. Tak heran, ilalang seolah abadi di Taman Nasional
Way Kambas.
Bila melihat luasnya, terkesan TNWK
bukanlah prioritas penting konservasi.
Namun, tidak demikian halnya bila
melihat secara menyeluruh Pulau
Sumatera. Tekanan konversi yang luar
biasa besar, baik menjadi HTI,
perkebunan, maupun kawasan
budidaya lainnya, terutama terjadi
terhadap hutan dataran rendah di Sumatera. Dan, Way Kambas adalah
salah satu hutan dataran rendah
terluas yang tersisa di Sumatera.
Keragaman hayati hutan dataran
rendah jelas sedemikian tinggi,
termasuk floranya. Demikian halnya
Taman Nasional Way Kambas.
Kecuali orangutan, semua megafauna
kharismatis Sumatera terdapat di
Way Kambas, seperti gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus),
harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae) , badak sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), dan tapir
(Tapirus indicus). Bahkan, terdapat
satwa yang di dunia kini hanya tersisa
di Way Kambas, yakni mentok rimba
(Asrcornis scutulata).
Letaknya yang terisolir terpisah dari
kawasan budidaya serta berbatas
langsung dengan laut membuatnya
relatif aman. Posisi seperti ini juga
yang membuat badak jawa
(Rhinoceros sondaicus) stabil di Taman
Nasional Ujung Kulon. Namun,
berkebalikan dengan TN Bukit
Barisan Selatan (TNBBS) Lampung
yang lebih luas tapi penuh dengan
perambahan dan bahkan diusulkan
akan “dibelah” oleh jalan raya.
padahal, bagi kementerian
Kehutanan, TNBBS dikategorikan
balai besar sehingga dikepalai
pejabat setingkat eselon 2. Jadi,
jangan heran bila Way Kambas yang
hanya dikepalai pejabat eselon 3
memiliki kuantitas dan kualitas satwa
sejenis yang lebih baik dibanding TN
Bukit Barisan Selatan, dan oleh
karena itu semestinyalah program
konservasi, termasuk proteksi, Way
Kambas diprioritaskan.
Gambar 3. Kebakaran yang terjadi di
SPTN II Bungur pada Oktober 2013.
Butuh waktu seminggu untuk
memadamkan api. Peristiwa ini
menghanguskan sebagian tanaman
hutan yang telah susah payah ditanam
melalui program Gerhan pada 2012. @ Wito Dwi Prawiro / SILVAGAMA
RESTORASI
Kebakaran yang rutin tentu tak hanya mengganggu pengelola
Taman Nasional Way Kambas, tetapi juga satwa karena mematikan
pakan dan mengganggu pergerakannya.
Pemadaman tentu saja diperlukan, terutama untuk menghalangi
perluasan lahan yang terbakar. Tetapi, itu saja tidak cukup. Ilalang
harus dihambat pertumbuhannya dan bahkan harus diganti dengan
vegetasi pepohonan yang menunjang kehidupan satwa dan
ekosistem Way Kambas. Bila pepohonan tumbuh, tajuknya akan
menaungi dan menghambat pertumbuhan ilalang. Akibatnya,
sedikit demi sedikit ilalang tergusur dan berubah kembali menjadi
belantara.
Bukan perkara mudah mengatasi kebakaran, mempersempit dan
menghilangkan ilalang, lalu mengembalikannya menjadi hutan.
Pertama, karena tak semata berurusan dengan teknis reforestasi open = 0, 10000)">11,
tetapi juga adanya faktor manusia yang aktif melakukan
pembakaran. Terhadap hal seperti ini, tentu perlu strategi efektif
untuk memonitor untuk mendeteksi masuknya para pembakar
ilalang.
Kedua, karena pada dasarnya ilalang sulit dimatikan. Bahkan
kebakaran pun tak mematikannya. Tak lama setelah kebakaran, umbi dan akarnya segera tumbuh. Di sisin lain, abu bekas pun justru turut menyuburkan tanah.
Wilayah pengelolaan Taman
Nasional Way Kambas dibagi menjadi beberapa SPTN (Seksi
Pengelolaan Taman Nasional).
Selanjutnya SPTN dibagi lagi menjadi
beberapa resort.
4 Kawasan hutan di Propinsi Lampung
telah ditunjuk sejak zaman Kolonial
Belanda. Akan tetapi dari tahun ke
tahun luasnya kian menyusut. Pada
tahun 1991, luas defenitif kawasan
hutan Lampung seluas 1.237.268
hektar, yang menyusut menjadi
1.144.512 hektar pada tahun
1999 dan menyusut lagi menjadi
1.004.735 hektar pada tahun 2000
seiring terbitnya SK Menteri
Kehutanan No. 256/Kpts-II/2000
tanggal 23 Agustus 2000. Selain
TNWK, kawasan konservasi yang ada
di Lampung antara lain Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan
(356.800 hektar), Cagar Alam
Krakatau (13.735,1 hektar), dan
Taman Hutan Raya (Tahura) Wan
Abdul Rahman (22.244 hektar).
5
Setiap tahun selalu ada konflik
penduduk dengan gajah di sekitar
Way Kambas. Sebagai gambaran
tingginya konflik tersebut terlihat dari
rekaman Forum Rembug Desa
Penyangga (FRDP) Way Kambas
yang mencatat terjadinya 274 kali
gangguan gajah hanya pada rentang
Bulan Januari – Mei 2012 saja.
Gambar 4. Salah satu kawasan masif
ilalang di TN. Way Kambas.
Konsistensi penghutanan kembali serta
penanggulangan kebakaran yang
memadai menjadi kunci keberhasilan
restorasi kawasan agar kembali seperti
sedia kala. Didigitasi dengan Google Earth Pro oleh Timer Manurung. 2013
Ketiga, kecepatan pertumbuhan ilalang yang melebihi pertumbuhan
pepohonan hutan menjadi penghalang bertahan hidupnya anakan
vegetasi pepohonan. Tanpa intervensi, ilalang akan dengan cepat
melalap anakan vegetasi yang membuatnya sulit mendapatkan sinar
matahari dan ruang pertumbuhan.
Keempat, pertumbuhan anakan vegetasi hutan juga dapat terganggu
karena lahan yang terbuka mengakibatkan pergerakan dan
pandangan satwa lebih leluasa sehingga cenderung merenggut
pucuk-pucuk pohon muda. Tak sempatlah anakan ini besar. Atau
pertumbuhannya sangat lambat, dan ilalang pun rakus melahapnya.
Menyadari tantangan inilah, Yayasan Silvagama open = 0, 10000)">12 secara sengaja
memilih Komponen 1 (Reforestasi Tematik, Pengendalian
Kebakaran Hutan, dan Pengamanan Suksesi Alami) dalam open = 0, 10000)">13
program bersama open = 0, 10000)">14 Konsorsium ALeRT-Unila . Komponen ini
memaksimalkan dukungan pendanaan TFCA Sumatera open = 0, 10000)">15 .
Melengkapinya, Silvagama juga menggali sumber-sumber
dukungan lain, termasuk mengoptimalkan sumberdaya internalnya.
Kami menyebut keseluruhan aktivitas ini dengan restorasi. Tak
sekedar reforestasi, tapi juga memulihkan ekosistem Way Kambas
sebagai penyangga hidupan liar atau alami (wildlife) sekaligus
menjamin dukungan ekologis bagi wilayah sekitarnya. Karena
itulah, selain mengantisipasi kebakaran melalui skema, jalur tanam,dan pemilihan jenis tahan api, vegetasi pepohonan yang akan
ditanam juga akan disesuaikan dengan jenis lokal dan pakan satwa,
terutama gajah dan badak sumatera.
6 Terdapat 36 desa yang berbatasan
langsung dengan Taman Nasional
Way Kambas. Jumlah ini sangat
mungkin bertambah mengingat
terbukanya kemungkinan pemekaran
desa bahkan ketika batas desa awal
sekalipun belum jelas.
7 Polisi Hutan. Satuan pengamanan
kawasan di dalam organisasi kerja
Balai Taman Nasional Way Kambas.
8 Singkatan dari Hak Pengusahaan
Hutan. HPH merupakan konsesi
pemanenan kayu (logging) dalam
kawasan hutan negara. Sebelum
ditunjuk menjadi taman nasional,
sebagian kawasan Way Kambas
merupakan areal HPH
9 Digitasi cepat Yayasan Silvagama
mencatat eksisnya hamparan ilalang
masif seluas 40.780 hektar di Resort
Bungur dan sekitarnya. Hamparan ini
saja sudah mencakup 32% dari
seluruh luas TNWK. Padahal, masih
terdapat beberapa spot illalang
lainnya di dalam TNWK.
Gambar 5. Salah satu kawasan masif
ilalang di TN. Way Kambas.
Konsistensi penghutanan kembali serta
penanggulangan kebakaran yang
memadai menjadi kunci keberhasilan
restorasi kawasan agar kembali seperti
sedia kala. Didigitasi dengan Google Earth Pro oleh Timer Manurung. 2013
Restorasi ini didesain untuk senantiasa sinergis dengan program
Balai Taman Nasional Way Kambas. Pun, akan semaksimal
mungkin meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam
implementasinya. Dalam jangka panjang, restorasi ini dimaksudkan
menjadi model dalam penyusunan grand design restorasi ekosistem
di seluruh Way Kambas.
Gambar 6. Hangusnya bagian atas
ilalang tak membuat rumputrumputan ini seutuhnya mati. ketika
kebakaran reda, tunas-tunas baru
segera tumbuh yang memancing
kedatangan satwa liar. @ Wito Dwi Prawiro / SILVAGAMA
RAWA KADUT
Di dekat penghujung punggungan beralur kecil itu, tiba-tiba ilalang
tumbuh menggila, lebat dengan balutan semak-semak berduri.
Ranting-rantingnya yang kaku menjuntai segera mencakar wajah
dan tangan kami. Daun-daun ilalang membelit roda. Hendra,
penduduk Way Bungur yang menjadi pekerja restorasi Yayasan
Silvagama pun harus turun tangan menebas semak-semak dengan
parangnya. Empat motor yang kami tumpangi pun berjalan terseokseok menerobos lebatnya ilalang.
Tetapi setelah lepas dari hadangan rumput raksasa itu dan mendaki
punggungan bukit kecil, ada oase lain yang menghibur. Sungai kecil
mengalir dengan tenang di balik kerimbunan pohon. Bening airnya
dipenuhi ikan kecil dan ikan gabus yang berenang bebas.
Masyarakat setempat menyebutnya sebagai Rawa Kadut.
Gambar 7. Kotoran-kotoran gajah yang
berserak di tepian Sungai kadut,
menandakan masih sehatnya hidupan liar
di sekitar areal restorasi. @ Koen Setyawan / SILVAGAMA
Sungai itu meliuk seperti huruf U di antara padang ilalang. Dibatasi
kanan kirinya dengan pohon-pohon besar. Sisanya, ilalang tumbuh
tanpa ampun.
Kami lihat peta, Rawa Kadut terletak di tengah hamparan ilalang. Di
sinilah kami akan mendirikan pos. Pos Rawa Kadut, itulah
namanya.
“Lokasinya dilindungi aliran sungai bervegetasi rapat. Hanya di
bagian ujung lekukan sungai itu yang terbuka. Kita tinggal menarik
garis lurus yang panjangnya sekitar setengah kilometer dan
membuatnya jadi sekat bakar,” kata Wito Dwi Prawiro,
Koordinator Restorasi Silvagama.
Menarik, karena pemilihan Rawa Kadut bukan tanpa alasan.
Kegiatan restorasi yang dimulai di tengah hamparan ilalang,
meskipun relatif jauh dari pemukiman dan atau pos pengelolaan,
diharapkan memudahkan arah dan perluasan restorasi berikutnya.
Selain itu, ada kolam air di dalam plot yang dipilih tersebut. Satu
agak kecil, sedang satunya lebih besar. Keduanya bisa menjadi
sumber air untuk menyiram tanaman. Bisa pula untuk memadamkan
api apabila terjadi kebakaran. Tak hanya itu, lokasinya yang jauh ke Utara Resort Bungur diharapkan sebagai titik identifikasi penerobos
taman nasional dari arah Utara.
10 Menurut data base Balai Taman
Nasional Way Kambas, kebakaran
selalu terjadi hampir setiap tahun,
dengan luasan areal bervariasi.
Kebakaran terherbat dan
mengakibatkan kerusakan terluas
tentulah terjadi pada 1997/1998.
Grafik kebakaran hutan di TN Way Kambas
11 Selain Gerakan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GERHAN) setiap tahun
menanami padang ilalang dengan berbagai jenis tanaman. Organisasi
lainnya, ALeRT (Aliansi Lestari Rimba
Terpadu) pun tak ketinggalan
melakukan reforestasi di TNWK.
12 Organisasi non pemerintah yang
bergerak di bidang pelestarian
sumberdaya alam. Didirikan pada
tanggal 12 November 2009 dengan
tujuan mengupayakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam dan
keseimbangan lingkungan demi
kelangsungan kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
Silvagama melaksanakan kegiatankegiatan dengan maksud: (i)
Mempromosikan aksi-aksi nyata dan
positif dalam pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan; (ii)
Mengeliminir aksi-aksi destruktif
1
sumber daya alam; (iii)
Mengembangkan aktivitas-aktivitas
yang mendorong peningkatan
kesejahteraan dalam jangka panjang
sebagai tools utama pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan;
(iv) Melahirkan kebijakan -kebijakan
yang berpihak pada konservasi dan
peningkatan kesejahteraan; (v)
Membentuk kader-kader pelestari
sumberdaya alam sehingga baik
secara pribadi dan dan atau
bersama-sama dengan pihak lain
terlibat dalam upaya pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan.
13 Program bersama ini terdiri atas 4
komponen, yang masing-masing
adalah Komponen 1 (Reforestasi
tematik (terutama pakan gajah), dalkarhut dan pengamanan suksesi
alami), Komponen 2 (Pemantauan dan
Perlindungan distribusi populasi dan
kondisi sumber daya vital harimau,
badak, gajah, tapir, beruang dan
mentok rimba), Komponen 3
(
Mengembangkan model
pengelolaan ekowisata minat khusus),
Komponen 4 (Pengembangan
ekonomi kreatif dan penyadartahuan
sebagai dukungan penanganan
konflik satwa-manusia).
14 Konsorsium ini terdiri atas ALeRT,
Universitas Lampung (UNILA),
Program Konser vasi Harimau
Sumatera (PKHS), Forum Rembug
Desa Penyangga (FRDP) Way
Kambas, Sajogyo Institute (SAINS),
Yayasan SILVAGAMA, Saka Wana
Bakti Way Kambas, dan Save
Indonesia Endangered Species (SIES).
Gambar 8. Jembatan kecil yang kami
bangun mengantarkan kami melintasi
Rawa Kadut. Meski dalamnya hanya 30 cm.
Banyaknya kotoran gajah yang kami
temukan, menandakan sungai ini sering
dikunjungi kelompok gajah. Dan hanya 50
m dari sini, kami dirikan Pos Rawa Kadut.
Kelak, kami bermimpi, setelah lelah
merestorasi kami bisa menikmati
pemandangan gajah yang minum di sungai. @ Koen Setyawan / SILVAGAMA
Batas terluar plot restorasi pun kami petakan. Desain penanaman
yang kami rancang berbentuk lapisan berselang-seling 30 meter
antara bagian yang ditanami dan yang dibiarkan ditumbuhi alangalang segera disesuaikan dengan bentang alam (landscape) aslinya.
Pos ini kelak akan akan dihuni secara bergilir oleh petugas yang
terdiri atas polhut dan staf Silvagama berikut masyarakat lokal.
Juga akan dilengkapi dengan fasilitas pembibitan tanaman, tandon
air, instalasi pengairan untuk pemeliharaan sekaligus pemadaman
kebakaran, listrik tepat guna, dan berbagai kebutuhan penunjang
lainnya.
Gambar 9. Tanaman reforestasi yang mati
meranggas karena terbakar di SPTN II Bungur,
Way Kambas pada Oktober 2013. Kebakaran yang
terjadi hampir setiap tahun seperti inilah salah satu
musuh utama restorasi. Diperlukan pengawasan
dan perlindungan yang efektif agar tanaman leluasa tumbuh. @ Wito Dwi Prawiro / SILVAGAMA
Betapapun perlu usaha keras sebelum semuanya terwujud.
Mencapainya, kami harus tersuruk-suruk menaklukkan kelebatan
ilalang. Dan, bayangan pepohonan lebat yang kembali menghutan
menggantikan padang ilalang semakin menguat di benak kami.
15 TFCA-Sumatera merupakan
program skema pengalihan utang
untuk lingkungan (Debt for-Nature
Swap) yang disepakati oleh
Pemerintah Amerika Serikat dan
Pemerintah Indonesia berdasarkan
Tropical Forest Conser vation
Act / TFCA (Undang - Undang
Pelestarian Hutan Tropis Pemerintah
Amerika Serikat tahun 1998). Skema
ini dirancang untuk menjaga dan
merestorasi hutan tropis di berbagai
negera yang mempunyai kekayaan
hutan tinggi melalui program
pendanaan bagi kegiatan konservasi
hutan oleh masyarakat madani,
termasuk Lembaga Non-Pemerintah
dan perguruan tinggi. Skema pendanaan yang di Indonesia
disebut dengan TFCA-Sumatera
diadministrasikan oleh Yayasan
KEHATI untuk memfasilitasi
pendanaan hibah bagi kegiatan yang
diantaranya mencakup restorasi dan
konservasi hutan di 13 bentang alam
prioritas di Sumatera. Bentang alam
atau kawasan prioritas [mencakup kawasan penyangga (buffer zone),
koridor, dan kawasan-kawasan
penghubung] tersebut adalah: (1)
Hutan Warisan Seulawah, (2) Taman
Nasional Leuser dan Ekosistem Leuser,
(3) Taman Nasional Batang Gadis, (4)
Ekosistem Angkola, (5) Batang Toru,
(6) Daeran Aliran Sungai Toba Barat, (7) Taman Nasional Bukit Tigapuluh, (8) Semenanjung Siak Kampar, (9) Ekosistem Tesso Nilo, (10) Taman Nasional Kerinci-Seblat, (11)
Kepulauan Siberut & Mentawai, (12)
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
dan (13) Taman Nasional Way
Kambas.
Gambar 10. Pagi menyapa restorasi ALeRT di
SPTN II Bungur, Way Kambas. Pepohonan mulai
menghijau. Jika terhindar dari kebakaran, karena
sebagian telah terbakar pada September 2012,
pohon-pohon ini akan mengembalikan fungsi Way
Kambas sebagai penyangga hidupan liar atau
alami (wildlife) dan menjamin dukungan ekologis
bagi wilayah sekitarnya. @ Koen Setyawan / SILVAGAMA
“Jangan pernah menyerah sebelum mencobanya,” seloroh Hendra.
Bernada kelakar memang dia, tapi tepat menggambarkan tekad
kami. Di Rawa Kadut harapan kami menggumpal.
1 Kawasan hutan adalah wilayah
tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk
dipertahankan keberadaannya
sebagai hutan tetap. Dengan defenisi
yang demikian, kawasan hutan tidak
selalu bertutupan hutan. Dan itu tak
jarang terjadi. Luas kawasan hutan
Indonesia adalah 129.023.378,15
hektar. Dari keseluruhan kawasan
tersebut, baru 21.448.000 hektar
(setara dengan 16,62% dari total
kawasan hutan) yang sudah tuntas
dikukuhkan atau ditetapkan.
2 Taman nasional adalah kawasan
pelesatarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem
zonasi yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya,
pariwisata, dan rekreasi.
3 Taman Nasional Way Kambas
(TNWK) merupakan kawasan hutan
konservasi yang ditunjuk melalui Surat
Menteri Kehutanan No. 670/Kpts-
II/1999 tanggal 26 Agustus 1999
dengan luasan mencapai 125.631.31
hektar. Secara administratif, TNWK
berlokasi di Kabupaten Lampung
Timur dengan koordinat geografis
antara 40037' – 50016' Lintang
Selatan dan antara 105033' –
105054' Bujur Timur.
Bila melihat luasnya, terkesan TNWK
bukanlah prioritas penting konservasi.
Namun, tidak demikian halnya bila
melihat secara menyeluruh Pulau
Sumatera. Tekanan konversi yang luar
biasa besar, baik menjadi HTI,
perkebunan, maupun kawasan
budidaya lainnya, terutama terjadi
terhadap hutan dataran rendah di Sumatera. Dan, Way Kambas adalah
salah satu hutan dataran rendah
terluas yang tersisa di Sumatera.
Keragaman hayati hutan dataran
rendah jelas sedemikian tinggi,
termasuk floranya. Demikian halnya
Taman Nasional Way Kambas.
Kecuali orangutan, semua megafauna
kharismatis Sumatera terdapat di
Way Kambas, seperti gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus),
harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae) , badak sumatera
(Dicerorhinus sumatrensis), dan tapir
(Tapirus indicus). Bahkan, terdapat
satwa yang di dunia kini hanya tersisa
di Way Kambas, yakni mentok rimba
(Asrcornis scutulata).
Letaknya yang terisolir terpisah dari
kawasan budidaya serta berbatas
langsung dengan laut membuatnya
relatif aman. Posisi seperti ini juga
yang membuat badak jawa
(Rhinoceros sondaicus) stabil di Taman
Nasional Ujung Kulon. Namun,
berkebalikan dengan TN Bukit
Barisan Selatan (TNBBS) Lampung
yang lebih luas tapi penuh dengan
perambahan dan bahkan diusulkan
akan “dibelah” oleh jalan raya.
padahal, bagi kementerian
Kehutanan, TNBBS dikategorikan
balai besar sehingga dikepalai
pejabat setingkat eselon 2. Jadi,
jangan heran bila Way Kambas yang
hanya dikepalai pejabat eselon 3
memiliki kuantitas dan kualitas satwa
sejenis yang lebih baik dibanding TN
Bukit Barisan Selatan, dan oleh
karena itu semestinyalah program
konservasi, termasuk proteksi, Way
Kambas diprioritaskan.
Wilayah pengelolaan Taman
Nasional Way Kambas dibagi menjadi beberapa SPTN (Seksi
Pengelolaan Taman Nasional).
Selanjutnya SPTN dibagi lagi menjadi
beberapa resort.
4 Kawasan hutan di Propinsi Lampung
telah ditunjuk sejak zaman Kolonial
Belanda. Akan tetapi dari tahun ke
tahun luasnya kian menyusut. Pada
tahun 1991, luas defenitif kawasan
hutan Lampung seluas 1.237.268
hektar, yang menyusut menjadi
1.144.512 hektar pada tahun
1999 dan menyusut lagi menjadi
1.004.735 hektar pada tahun 2000
seiring terbitnya SK Menteri
Kehutanan No. 256/Kpts-II/2000
tanggal 23 Agustus 2000. Selain
TNWK, kawasan konservasi yang ada
di Lampung antara lain Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan
(356.800 hektar), Cagar Alam
Krakatau (13.735,1 hektar), dan
Taman Hutan Raya (Tahura) Wan
Abdul Rahman (22.244 hektar).
5
Setiap tahun selalu ada konflik
penduduk dengan gajah di sekitar
Way Kambas. Sebagai gambaran
tingginya konflik tersebut terlihat dari
rekaman Forum Rembug Desa
Penyangga (FRDP) Way Kambas
yang mencatat terjadinya 274 kali
gangguan gajah hanya pada rentang
Bulan Januari – Mei 2012 saja.
6 Terdapat 36 desa yang berbatasan
langsung dengan Taman Nasional
Way Kambas. Jumlah ini sangat
mungkin bertambah mengingat
terbukanya kemungkinan pemekaran
desa bahkan ketika batas desa awal
sekalipun belum jelas.
7 Polisi Hutan. Satuan pengamanan
kawasan di dalam organisasi kerja
Balai Taman Nasional Way Kambas.
8 Singkatan dari Hak Pengusahaan
Hutan. HPH merupakan konsesi
pemanenan kayu (logging) dalam
kawasan hutan negara. Sebelum
ditunjuk menjadi taman nasional,
sebagian kawasan Way Kambas
merupakan areal HPH
9 Digitasi cepat Yayasan Silvagama
mencatat eksisnya hamparan ilalang
masif seluas 40.780 hektar di Resort
Bungur dan sekitarnya. Hamparan ini
saja sudah mencakup 32% dari
seluruh luas TNWK. Padahal, masih
terdapat beberapa spot illalang
lainnya di dalam TNWK.
10 Menurut data base Balai Taman
Nasional Way Kambas, kebakaran
selalu terjadi hampir setiap tahun,
dengan luasan areal bervariasi.
Kebakaran terherbat dan
mengakibatkan kerusakan terluas
tentulah terjadi pada 1997/1998.
Grafik kebakaran hutan di TN Way Kambas
11 Selain Gerakan Rehabilitasi Hutan
dan Lahan (GERHAN) setiap tahun
menanami padang ilalang dengan berbagai jenis tanaman. Organisasi
lainnya, ALeRT (Aliansi Lestari Rimba
Terpadu) pun tak ketinggalan
melakukan reforestasi di TNWK.
12 Organisasi non pemerintah yang
bergerak di bidang pelestarian
sumberdaya alam. Didirikan pada
tanggal 12 November 2009 dengan
tujuan mengupayakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam dan
keseimbangan lingkungan demi
kelangsungan kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
Silvagama melaksanakan kegiatankegiatan dengan maksud: (i)
Mempromosikan aksi-aksi nyata dan
positif dalam pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan; (ii)
Mengeliminir aksi-aksi destruktif
1
sumber daya alam; (iii)
Mengembangkan aktivitas-aktivitas
yang mendorong peningkatan
kesejahteraan dalam jangka panjang
sebagai tools utama pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan;
(iv) Melahirkan kebijakan -kebijakan
yang berpihak pada konservasi dan
peningkatan kesejahteraan; (v)
Membentuk kader-kader pelestari
sumberdaya alam sehingga baik
secara pribadi dan dan atau
bersama-sama dengan pihak lain
terlibat dalam upaya pelestarian
sumberdaya alam dan lingkungan.
13 Program bersama ini terdiri atas 4
komponen, yang masing-masing
adalah Komponen 1 (Reforestasi
tematik (terutama pakan gajah), dalkarhut dan pengamanan suksesi
alami), Komponen 2 (Pemantauan dan
Perlindungan distribusi populasi dan
kondisi sumber daya vital harimau,
badak, gajah, tapir, beruang dan
mentok rimba), Komponen 3
(
Mengembangkan model
pengelolaan ekowisata minat khusus),
Komponen 4 (Pengembangan
ekonomi kreatif dan penyadartahuan
sebagai dukungan penanganan
konflik satwa-manusia).
14 Konsorsium ini terdiri atas ALeRT,
Universitas Lampung (UNILA),
Program Konser vasi Harimau
Sumatera (PKHS), Forum Rembug
Desa Penyangga (FRDP) Way
Kambas, Sajogyo Institute (SAINS),
Yayasan SILVAGAMA, Saka Wana
Bakti Way Kambas, dan Save
Indonesia Endangered Species (SIES).
15 TFCA-Sumatera merupakan
program skema pengalihan utang
untuk lingkungan (Debt for-Nature
Swap) yang disepakati oleh
Pemerintah Amerika Serikat dan
Pemerintah Indonesia berdasarkan
Tropical Forest Conser vation
Act / TFCA (Undang - Undang
Pelestarian Hutan Tropis Pemerintah
Amerika Serikat tahun 1998). Skema
ini dirancang untuk menjaga dan
merestorasi hutan tropis di berbagai
negera yang mempunyai kekayaan
hutan tinggi melalui program
pendanaan bagi kegiatan konservasi
hutan oleh masyarakat madani,
termasuk Lembaga Non-Pemerintah
dan perguruan tinggi. Skema pendanaan yang di Indonesia
disebut dengan TFCA-Sumatera
diadministrasikan oleh Yayasan
KEHATI untuk memfasilitasi
pendanaan hibah bagi kegiatan yang
diantaranya mencakup restorasi dan
konservasi hutan di 13 bentang alam
prioritas di Sumatera. Bentang alam
atau kawasan prioritas [mencakup kawasan penyangga (buffer zone),
koridor, dan kawasan-kawasan
penghubung] tersebut adalah: (1)
Hutan Warisan Seulawah, (2) Taman
Nasional Leuser dan Ekosistem Leuser,
(3) Taman Nasional Batang Gadis, (4)
Ekosistem Angkola, (5) Batang Toru,
(6) Daeran Aliran Sungai Toba Barat, (7) Taman Nasional Bukit Tigapuluh, (8) Semenanjung Siak Kampar, (9) Ekosistem Tesso Nilo, (10) Taman Nasional Kerinci-Seblat, (11)
Kepulauan Siberut & Mentawai, (12)
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
dan (13) Taman Nasional Way
Kambas.